Antara Subsidi BBM, Peningkatan Kesejahteraan Nelayan dan Pelestarian Sumberdaya Ikan



oleh Abdul Halim
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, seperti dikutip Kompas, 30/10/2014 mengatakan bahwa: "Subsidi (barang) saat ini salah sasaran. Maka, lebih tepat dilakukan dengan memakai Kartu Sehat, Kartu Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera”.

Dalam konteks upaya meningkatkan kesejahteraan lebih dari 2,7 juta nelayan Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga sepaham bahwa subsidi BBM (solar, minyak tanah dan bensin) untuk nelayan justru tidak dinikmati oleh nelayan kecil tetapi oleh para pemilik kapal besar (Kompas, 31/10/2014).

Sebenarnya subsidi perikanan tidak sepenuhnya salah karena pada beberapa kasus, kebijakan ini justru berdampak positif terhadap kesejahteraan nelayan dan mendukung pelestarian sumberdaya ikan. Mekanisme subsidi perikanan merupakan kebijakan yang biasa diambil suatu negara untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Subsidi ini dapat meliputi transfer keuangan langsung dan tidak langsung dari pemerintah yang memiliki konsekuensi terhadap anggaran negara.

Persoalan pengaturan dan definisi subsidi perikanan ini telah menjadi bahan pembicaraan di  berbagai forum dan lembaga internasional seperti Word Trade Organizations (WTO), Food and Agriculture Organization (FAO) serta Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).



Efektivitas subsidi perikanan bagi pengelolaan perikanan
Di Indonesia, subsidi perikanan telah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Kebijakan ini diberikan antara lain dalam bentuk subsidi BBM, pengembangan usaha perikanan tangkap, pengembangan masyarakat pesisir dan pembangunan infrastruktur perikanan.

Subsidi ini dapat ditemui di seluruh tingkat pemerintahan, baik itu kabupaten, provinsi maupun pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan/KKP). Subsidi dipandang sebagai strategi penting dalam mengelola sumberdaya perikanan.

Tinjauan manfaat subsidi perikanan di Indonesia berdasarkan asas pengelolaan perikanan Pasal 2 UU 31/2014 yang dilakukan oleh Ghofar, et.al., 2008, menunjukkan bahwa beberapa jenis subsidi termasuk BBM, peningkatan kapasitas perikanan, dan subsidi biaya operasional perikanan memiliki ‘risiko sangat tinggi’ terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan serta kurang memenuhi asas tersebut.

Ambil contoh subsidi BBM untuk nelayan yang nilainya cukup besar.  Meskipun sulit untuk mengetahui angka pastinya, data yang diperoleh dari KKP sepuluh tahun silam (2005-2006) menunjukan kisaran rata-rata Rp 3,6 triliun per tahun. Subsidi ini ditengarai kerap salah sasaran karena sistem penyalurannya yang tidak tertata baik serta memiliki risiko yang sangat tinggi bagi kelestarian sumberdaya perikanan.

Subsidi BBM justru mendorong terjadinya penangkapan ikan secara berlebihan (overfishing) karena mengurangi biaya operasional penangkapan ikan.  Akibatnya usaha perikanan (fishing efforts) sangat tinggi dan melebihi tingkatan jumlah usaha perikanan yang ideal (menguntungkan). Saat ini terlalu banyak kapal ikan yang mengejar sedikit ikan yang tertinggal di laut.

Di sisi lain, ada juga subsidi perikanan yang beresiko rendah dan cenderung berdampak positif bagi kesejahteraan nelayan, seperti peningkatan nilai tambah perikanan, peningkatan kapasitas nelayan, bahkan untuk konservasi. Subsidi perikanan diluar subsidi BBM ini besarnya diperkirakan mencapai Rp 1,28 triliun per tahun (Ghofar, et.al., 2008).



Antara penyediaan BBM bersubsidi dan Kartu Keluarga Sehat nelayan
Sudah seharusnya instansi terkait dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat meninjau kembali ‘program subsidi’ yang memiliki risiko sangat tinggi dan dapat mengalihkannya ke program yang memiliki resiko rendah dan berdampak positif,

Jika angka kisaran subsidi BBM tersebut digabungkan dengan besaran subsidi sektor perikanan diatas, maka nilainya setara dengan 10% total nilai perikanan dan 30% nilai ekspor perikanan Indonesia (Ghofar et.al., 2008), sebuah angka yang cukup besar untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.  

Ide pemerintahan baru menyediakan dana perlindungan sosial melalui Kartu Keluarga Sehat untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM misalnya dapat diintegrasikan dengan Kartu Nelayan yang telah dikembangkan oleh KKP selama ini agar keduanya tidak tumpang tindih.  

Bantuan finansial ini bisa menjadi solusi yang diharapkan akan memperkuat daya beli nelayan kecil untuk membeli BBM non-subsidi. Nelayan penerima bantuan juga akan mempunyai pilihan dalam menggunakan dana bantuan yang diterima, bukan saja hanya untuk kegiatan menangkap ikan di laut semata.

Perlu diketahui bawah modal dasar sektor perikanan adalah ketersediaan sumberdaya ikan itu sendiri. Adalah keharusan untuk memastikan modal tersebut tetap lestari agar dapat dimanfaatkan selamanya untuk kesejahteraan masyarakat dan bangsa. Sayangnya saat ini telah terjadi penangkapan ikan berlebih, sehingga perlu kerja keras dalam meningkatkan efektifitas pengelolaan perikanan.

Seharusnya upaya pengelolaan perikanan, sesuai Pasal 2 UU No. 31/2004 tentang Perikanan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar